Padahal (konon) kabarnya, untuk bisa nonton film
Saya tak kuasa menahan rasa penasaran, separah apakah film ini? Bukan sekadar pengen liat aksi Rin Sakuragi loh (bintang porno asal Jepang yang konon lebih populer ketimbang Miyabi itu). Saya juga penasaran pengen liat hasil garapan sutradara Helfi Kardit (salah satu sutradara spesialis horor Indonesia yang menurut saya cukup mumpuni).
Saya sudah nonton film LANTAI 13 yang digarap Helfi beberapa tahun lalu. Buat saya itu salah satu film horor terbaik Indonesia. Nah, bagaimana dengan film Suster Keramas ini?
Kalau harus menilai secara keseluruhan, nilai horor dari film Suster Keramas ini masih kurang maksimal. Saya cuma kagum dengan scene-scene di babak awal hingga pertengahan. Sisanya? Tidak ada yang spesial. Helfi sepertinya masih kurang mampu mempertahankan kualitas nuansa horor seperti yang ditunjukkannya pada babak-babak awal.
Vulgar abis!
Yang lebih ditonjolkan malah kemasan scene-scene bernuansa komedi
Belum lagi aksi topless Rin Sakuragi di hadapan keduanya (walau membelakangi kamera). Aksi atau adegan
Gimana nggak mendidih, kita disuguhin ‘pemandangan menggiurkan’ selama sekian menit (kalo seingat saya). Belum lagi scene berbikini ria dan aksi mandi di sungai yang ditunjukkannya. Tapi sayang, adegan topless yang menghadap kamera kena sensor dikit..wekekeeeek (dasar
Unsur ‘parah’ lainnya dipertunjukkan dengan sangat total nan maksimal oleh seorang pemeran pembantu wanita. Kalo nggak salah namanya Shinta Bachir. Yang jelas, amat sangat memancing syahwat kaum adam Gimana enggak, yang disuguhkan adalah eksploitasi sensualitas dan
Akting para pemain
Yang paling menonjol dan paling maksimal menurut saya yaitu akting pemeran Keyla dan si kribo yang berkacamata. Pemeran Keyla namanya Herfiza Novianti. Kalo pemeran kribo saya nggak tau sih. Sedangkan pemeran teman si kribo bisa dibilang boleh lah aktingnya. Gilanya lumayan dapet. Yang nggak kalah gokiel yaitu akting Alex Abbad dan lawan mainnya (Jeng seksi yang berperan sebagai istrinya). Gokiel dan parah abiz deh Tapi lumayan lucu dan menghibur sih buat saya.
Tampilnya 2 komedian, yaitu Yadi Sembako dan Daus Separo juga turut menambah nuansa komedi
Alur cerita dan skenario
Tidak ada yang spesial pada poin ini. Semua serba KLISE dan agak dipaksakan. Yach, kayaknya emang sulit banget menemukan skenario dan alur cerita film horor Indonesia yang bisa dibilang bagus. Mungkin cuma film LANTAI 13 yang menurut saya punya cerita dan alur yang bagus. Sayang, Helfi Kardit tidak banyak mengambil sisi positif film yang pernah digarapnya tersebut.
Unsur klise dipertunjukkan lewat scene pembuka yang menggambarkan sosok seseorang yang dikejar-kejar para penduduk dan kemudian disiksa beramai-ramai. Itu sudah cukup sering saya liat pada scene-scene pembuka film horor Indo lainnya (terutama garapan Koya Pagayo alias Nayato Fio Nuala). Termasuk opening film Bangsal 13 yang digarap oleh Ody C.Harahap. Idenya sama persis! (latar belakang terbunuhnya seseorang yang kemudian menjadi hantu..hehehe).
Kekurangan lain yaitu pada penggunaan sound-effect yang masih sangat dominan. Agak berlebihan menurut saya. Kenapa sih nuansa horor harus selalu dibangun lewat musik latar yang selalu bising dan memekakkan telinga?
Ending cerita
Lumayan gokiel menurut saya, terutama pas adegan munculnya hantu Jeng seksi..hihihi. Yang terkesan agak dipaksakan yaitu dialog membawa nama Tuhan. Seolah-olah itu dibuat sebagai ‘pesan moral’ film ini. Pesannya kira-kira gini : “Mungkin ini peringatan Tuhan buat kita yach. Kalo doyan
Kesimpulan
Sependapat dengan Didi Petet, bahwa sebuah film harus kita kembalikan pada fungsinya. Yaitu sebagai sebuah hiburan. Dalam kaitan dengan hal tersebut, buat saya sih film ini lumayan menghibur (terlepas dari beberapa kekurangan di atas). Beberapa kali saya dibuat tertawa ngakak
Lucunya dapat. Sensualitas dan vulgaritasnya apa lagi..hehehe (lumayan buat cuci mata kaum lelaki). Yang agak kurang mungkin scene-scene horornya. Kalau ada yang bilang film ini tidak mendidik, ya jelas aja. Nggak perlu ngomongin mendidik atau enggak kalau filmnya bergenre horor.
Dan kalau ada yang bilang film kayak gini merusak moral, waduh, menurut saya sih kembali pada masing-masing penonton aja deh. Kita nggak bisa menggeneralisir sesuatu begitu saja. Buat penonton yang sudah dewasa seperti saya (usia 28), film ini tidak masalah buat saya. Semua yang disuguhkan masih manusiawi banget, walaupun rada vulgar.
Namun saya setuju, para remaja tanggung dan anak-anak bisa memperoleh ‘teladan negatif’ dari film ini. Film ini lebih layak ditonton oleh mereka yang berusia 21 tahun ke atas.